Minggu, 23 Juni 2013

tulisanku di koran Kalimantan Post dan Radar Banjarmasin

kayaknya nggak lengkap deh kalo tulisan yang udah dimuat di koran nggak aku arsipin or share ulang buat pembaca disini. kali aja ada manfaatnya + nambah ilmu. Nambah pahala juga nantinya, he..he...Pahala koq dihitung, kan bukan matematika.ha..ha..hi..hi... Di kalimantan post ulasanku terbit hari Senin 3 juni 2013. Banyak diedit/ditinggal, tapi nggak apa, isinya udah tercover juga. Kalo di Radar Banjarmasin karena dibuat bersambung, pertama Minggu tanggal 2 Juni 2013. Kedua sambungannya terbit tanggal 9 juni 2013. Tulisannya dimuat semua. Wow..senang rasanya, pertama kirim langsung dimuat siapa yang nggak bangga tuh? biarpun honornya sampai sekarang nggak nerima juga tapi cuek ah, kepuasan nggak bisa diukur materi. Tapi kalo dibayar pasti lebih senang apalagi teman2 udah pada nagih kapan traktirannya? wah..wah... Nah, penasaran isi tulisan aku. mari simak yuk....................Eng..ing...eng...... KURIKULUM BARU BERLAKU, GURU GALAU?
oleh: WENNI MELIANA,S.Pd Kurikulum pendidikan di Indonesia akan berubah drastis. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menyusun kurikulum baru untuk tahun 2013. Rencana ini ternyata sudah digagas sejak tahun 2010. Uji publik struktur kurikulum 2013 telah digaungkan dan dilaksanakan pemerintah. Sosialisasi kurikulum 2013 pun gencar dilakukan, baik oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan lainnya yang berkepentingan dengan kurikulum baru ini dengan bekerjasama maupun secara mandiri dengan segala pro dan kontranya serta sentilan ganti menteri ganti kurikulum. Zona nyaman guru mulai terusik, guru sudah mulai menyatu dengan KTSP 2006, guru yang gagap teknologipun meradang. Di tengah kritikan yang mengalir dengan deras , pemerintah terus maju, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Alasan kementerian: kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman yang berubah, sehingga kurikulum harus berbasis pada penguatan penalaran bukan hafalan semata. Perubahan yang dilakukan pemerintah merujuk hasil dari PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian mencakup kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika dan sains. Hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara banyak siswa negara lain menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6. Indikator lainnya merujuk pada hasil Trends in International Mathematics and Science (TIMSS) dan PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study ) tahun 2011, yang membagi soal-soalnya menjadi 4 kategori yaitu low mengukur kemampuan sampai level knowing; Intermediate mengukur kemmapuan sampai level applying; High mengukur kemampuan sampai level Reasoning; dan Advance mengukur kemampuan sampai level Reasoning with incomplete information. Hasil untuk Matematika dan Reading (membaca) bahwa lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu sampai level Intermediate ( menengah), sementara hampir 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi/high dan advance. Hasil dari Sains yaitu lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu sampai level Intermediate ( menengah), sementara hampir 40% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi/high dan advance. Dengan keyakinan bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan dari hasil ini adalah yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan yang diujikan ( yang distandarkan) internasional. Satu kesimpulan dari dua hasil tersebut bahwa prestasi siswa Indonesia terkebelakang. Sebagai bukti keseriusan Pemerintah, tanggal 7 Mei 2013 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, yang bersama-sama membangun kurikulum pendidikan, penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip, norma yang terkait dengan kurikulum dirasakan penting untuk dikembangkan secara komprehensif dan diatur secara utuh pada satu bagian tersendiri. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita sebagai guru akan menghadapi kurikulum 2013 yang dilakukan secara bertahap dan terbatas. Bertahap artinya tidak semua kelas, sedangkan terbatas artinya tidak semua sekolah menerapkannya. Bertahap untuk tingkat SD akan diberikan di kelas I dan IV , tingkat SMP pada kelas VII dan tingkat SMA pada kelas X. Terbatas artinya jumlah sekolah yang melaksanakannya disesuaikan dengan tingkat kesiapan sekolah. Pemerintah siap mengimplementasikan kurikulum 2013 kepada 6.325 sekolah yang ada di Indonesia dengan rincian 2.598 SD, 1.436 SMP, 1.270 SMA dan 1.021 SMK pada 15 Juli 2013, yang diprioritaskan bagi sekolah eks RSBI dan berakreditasi A. Jumlah guru yang akan melaksanakan implementasi kurikulum 2013 total sebanyak 55.762 dan siswa sebanyak 1.570.337 siswa. Jumlah buku sebanyak 9.767.280 buku, dengan target pengadaan buku kurikulum itu sampai di sekolah pada 14 Juli. Tahun 2014 akan digenjot lebih besar lagi, untuk tingkat SD di kelas I , II, IV dan V. Untuk tingkat SMP di kelas VII dan VIII, serta tingkat SMA/SMK di kelas X dan XI. Sehingga tahun 2015 semua sekolah diharapkan sudah melaksanakan kurikulum 2013 dan satuan pendidikan dan menengah wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 2013 paling lambat 7 (tujuh) tahun. Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka dipastikan implementasinya pun akan kedodoran. Kesiapan guru lebih penting daripada pengembangan kurikulum itu sendiri. Mengapa hal ini lebih penting? Karena kurikulum 2013 bertujuan mendorong peserta didik mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) terhadap apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Melalui empat tujuan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Disinilah seorang guru berperan besar di dalam mengimplementasikan tiap proses pembelajaran pada kurikulum 2013. Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, pada kurikulum 2013 pemerintah ingin menonjolkan sisi integrasi dari kompetensi sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Hal ini penting dalam rangka antisipasi kebutuhan kompetensi abad 21 dan menyiapkan generasi emas 2045. Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Peubahan itu suatu keniscayaan jika ingin terus maju dan berkembang. Seorang guru tidak perlu galau atau anti perubahan, yang terpenting guru harus tahu arah perubahan ke depan dari kurikulum itu sendiri, kompetensi abad 21, serta penyiapan generasi emas 2045. Untuk sampai kearah itu seorang guru harus menguasai empat aspek kompetensi. UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pasal 28 ayat 1 PP No.32 tahun 2013 tentang perubahan atas PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sungguh cita-cita yang sangat mulia. Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri akan terjadinya perubahan, guru dituntut tidak hanya cerdas namun juga adaftif terhadap perubahan. Perubahan kurikulum sehebat apapun jika gurunya tidak mau berubah maka hasilnya tetap sama. Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang nantinya menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat bahwa perubahan itu sesuatu yang niscaya harus kita hadapi jika kita ingin terus maju dan berkembang. Seorang guru tidak boleh stagnan atau jalan di tempat, bahkan ada pembicaraan di warung kopi dan komunitas guru di jejaring sosial :”Apapun kurikulumnya, mau KBK 2004, KTSP 2006, ataupun kurikulum baru 2013, stategi tetap sama, cara mengajar tidak berbeda tetap konvensional CBSA (catat buku sampai abis), pembelajaran langsung seperti ceramah tetap jadi idola ”. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang? Zaman ke depan pasti berubah. Jika tidak dilakukan perubahan mulai sekarang, kita akan memproduksi generasi yang usang, yang tidak cocok dengan zamannya nanti. Bonus demografi populasi usia produktif yang luar biasa besar, warga yang berusia muda luar biasa banyaknya. Kalau tidak disiapkan sejak dini, nanti akan menjadi beban termasuk tidak terserap di ketenagakerjaan. Kemdikbud sudah mendesain strategi penyiapan guru yang melibatkan tim pengembang kurikulum di tingkat pusat; instruktur diklat terdiri atas unsur dinas pendidikan, dosen, widyaswara, guru inti, pengawas, kepala sekolah; dan guru, yang terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran SD, SMP, SMA, SMK. Implementasi kurikulum dilakukan bertahap, maka pelatihan guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas I dan IV di jenjang SD, kelas VII di SMP, serta kelas X di SMA/SMK, maka guru yang diikutkan dalam pelatihan berkisar 400 – 500 ribuan orang. Perubahan dalam aspek konten pembelajaran, strategi maupun kurikulumnya pada tatanan pelaksanaan di garda depan yaitu guru tidak lepas dari dukungan manajemen kepemimpinan yang handal. Ini yang kadang mengalami kendala di lapangan yaitu kurangnya daya dukung, sehingga pemerintah harus total dan berkonsentrasi penuh jika akan mengadakan perubahan. Kurikulum boleh berubah, tapi pastikan sampai ke semua guru yang merupakan garda depan juga sejalan. Tidak hanya anggaran besar untuk pelatihan ke semua guru, namun orang yang ikut pelatihan hanya itu-itu saja, yang lain cuma sebagai penonton bahkan buta kurikulum baru. Menyongsong kurikulum 2013, menyongsong abad 21 ,menyongsong generasi emas 2045, sudah siapkah kita wahai para Pendidik? Sudah siapkah Pemerintah dengan terobosan-terobosan yang “luar biasa”, yang tidak hanya sekedar proyek untuk menghabiskan anggaran dan menghamburkan uang semata? Keep spirit, maju terus pendidikan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar